Pengertian Masochism
Dalam psikologi, masochism atau masokisme adalah kondisi di mana seseorang merasa mendapatkan kepuasan atau kenikmatan dari rasa sakit, penderitaan, atau penghinaan, baik secara fisik maupun emosional. Istilah ini pertama kali diperkenalkan oleh seorang psikiater Austria, Richard von Krafft-Ebing, yang mengambil nama dari penulis Leopold von Sacher-Masoch, seorang novelis yang sering menggambarkan tema-tema penderitaan dalam hubungan romantis.
Masokisme dapat muncul dalam berbagai bentuk, mulai dari masokisme seksual, di mana seseorang menikmati rasa sakit dalam konteks hubungan intim, hingga masokisme psikologis, di mana seseorang secara emosional menerima atau bahkan mencari situasi yang menyebabkan penderitaan.
Jenis-Jenis Masochism dalam Psikologi
1. Masokisme Seksual
- Bentuk masokisme ini melibatkan kenikmatan seksual yang diperoleh dari rasa sakit fisik, penghinaan, atau dominasi. Dalam beberapa kasus, kondisi ini terkait dengan BDSM (Bondage, Discipline, Sadism, and Masochism).
- Masokisme seksual hanya dianggap sebagai gangguan psikologis jika menyebabkan penderitaan yang signifikan atau merugikan diri sendiri maupun orang lain.
2. Masokisme Psikologis
- Seseorang dengan masokisme psikologis cenderung menempatkan dirinya dalam situasi yang menyebabkan penderitaan emosional, seperti menjalin hubungan yang merugikan atau terus-menerus menerima perlakuan buruk dari orang lain.
- Individu dengan kecenderungan ini sering kali tidak menyadari bahwa mereka secara tidak langsung mencari penderitaan dalam kehidupan sehari-hari.
3. Masokisme Sosial
- Bentuk ini muncul ketika seseorang merasa puas dengan peran korban dalam hubungan sosial atau dalam lingkungan kerja.
- Individu dengan kecenderungan ini mungkin menghindari kesuksesan atau mencari cara untuk selalu berada dalam posisi inferior di hadapan orang lain.
Penyebab Masochism dalam Psikologi
Masokisme sering kali berakar pada faktor psikologis dan lingkungan, termasuk:
1. Pengalaman Masa Kecil
- Anak-anak yang tumbuh dalam lingkungan yang penuh dengan kekerasan, pelecehan, atau kurangnya penghargaan diri dapat mengembangkan kecenderungan masokistik di masa dewasa.
2. Dinamika Hubungan yang Tidak Sehat
- Orang yang sering mengalami hubungan yang penuh dengan manipulasi atau kekerasan emosional mungkin mulai menganggap penderitaan sebagai bagian dari cinta atau keintiman.
3. Asosiasi dengan Rasa Nyaman atau Keselamatan
- Beberapa individu mungkin mengasosiasikan rasa sakit dengan kasih sayang atau perhatian yang pernah mereka dapatkan, sehingga mereka mencari pengalaman serupa untuk merasa “diperhatikan”.
4. Peran Neurotransmitter dalam Otak
- Penelitian menunjukkan bahwa otak melepaskan endorfin, hormon yang berfungsi sebagai pereda nyeri alami, saat seseorang mengalami rasa sakit. Ini dapat menciptakan perasaan euforia yang dikaitkan dengan pengalaman masokistik.
Masalah yang Sering Terjadi Berkaitan dengan Masochism
1. Kesulitan dalam Membangun Hubungan Sehat
- Individu dengan kecenderungan masokistik cenderung terjebak dalam hubungan yang penuh dengan pelecehan atau manipulasi karena mereka mengasosiasikan rasa sakit dengan cinta dan perhatian.
2. Risiko Cedera Fisik dan Psikologis
- Dalam kasus masokisme seksual yang ekstrem, seseorang bisa berisiko mengalami cedera serius atau mengalami gangguan psikologis yang lebih dalam.
3. Gangguan Mental yang Terkait
- Masokisme sering kali berkaitan dengan gangguan lain seperti depresi, gangguan kecemasan, atau gangguan kepribadian dependen.
4. Dampak pada Harga Diri dan Identitas Diri
- Individu dengan kecenderungan masokistik mungkin memiliki harga diri yang rendah dan merasa bahwa mereka tidak pantas untuk diperlakukan dengan baik.
Kesimpulan
Masochism adalah fenomena psikologis yang dapat muncul dalam berbagai bentuk, mulai dari masokisme seksual hingga masokisme psikologis dan sosial. Kondisi ini sering kali berakar pada pengalaman masa lalu dan faktor neurologis tertentu.
Meskipun beberapa bentuk masokisme dapat diterima dalam konteks tertentu, kecenderungan ini bisa menjadi masalah serius jika menyebabkan penderitaan, cedera, atau memengaruhi kesehatan mental seseorang. Oleh karena itu, pendekatan psikoterapi, terapi kognitif-perilaku, serta dukungan sosial sangat penting untuk membantu individu memahami dan mengatasi kecenderungan masokistik mereka.