Self-Display dalam Psikologi

Self-display dalam psikologi merujuk pada cara seseorang menampilkan dirinya kepada orang lain untuk membentuk kesan tertentu. Konsep ini berkaitan dengan Impression Management Theory dari Erving Goffman, yang menyatakan bahwa individu secara sadar atau tidak sadar berusaha mengendalikan bagaimana mereka dipersepsikan oleh lingkungan sosialnya.

Self-display dapat terjadi dalam berbagai bentuk, seperti penampilan fisik, gaya berbicara, ekspresi emosi, atau bahkan melalui media sosial. Tujuan utama dari self-display adalah mendapatkan penerimaan, meningkatkan status sosial, atau menyesuaikan diri dengan norma yang berlaku.

Contoh Kasus Self-Display

1. Seseorang yang selalu berpakaian rapi dan profesional saat bekerja untuk menciptakan citra kompeten di kantor.

2. Pengguna media sosial yang hanya membagikan momen bahagia untuk menunjukkan kehidupan yang sempurna.

3. Seorang pemimpin yang menunjukkan ketegasan di depan umum meskipun sedang mengalami tekanan emosional.

Masalah yang Sering Terjadi

1. Overthinking terhadap Penilaian Orang Lain – Terlalu khawatir dengan bagaimana diri dipersepsikan oleh lingkungan.

2. Ketidaksesuaian Identitas Diri – Berusaha menampilkan citra tertentu yang tidak sesuai dengan kepribadian sebenarnya.

3. Tekanan Sosial Berlebih – Merasa harus terus tampil sempurna untuk mendapatkan penerimaan.

4. Kecanduan Validasi Eksternal – Bergantung pada pujian atau pengakuan dari orang lain untuk merasa berharga.

Kesimpulan

Self-display adalah bagian dari interaksi sosial yang membantu individu membentuk citra diri, tetapi jika berlebihan, dapat menyebabkan tekanan mental dan ketidaksesuaian dengan identitas asli. Oleh karena itu, penting untuk menjaga keseimbangan antara menampilkan diri dengan cara yang positif tanpa kehilangan keaslian diri.

Leave a comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *