Pengertian Self-Preservation
Self-preservation dalam psikologi adalah naluri alami seseorang untuk melindungi dirinya sendiri, baik secara fisik maupun mental, dari ancaman atau bahaya. Ini mencakup respons terhadap stres, mekanisme pertahanan diri, serta cara seseorang menjaga kesejahteraan emosionalnya.
Konsep ini berkaitan dengan Teori Insting dari Sigmund Freud, yang menyatakan bahwa manusia memiliki insting bertahan hidup yang mendorong mereka untuk menghindari bahaya dan mencari keselamatan. Self-preservation juga berperan dalam pengambilan keputusan, cara menghadapi konflik, serta bagaimana seseorang mengelola tekanan psikologis.
Contoh Kasus Self-Preservation
1. Seseorang yang menghindari hubungan yang merugikan dirinya untuk menjaga kesehatan mentalnya.
2. Individu yang menarik diri dari lingkungan kerja yang toksik untuk mengurangi stres berlebihan.
3. Seorang pelari yang secara refleks menghindar ketika melihat bahaya mendekat, seperti kendaraan yang melaju cepat.
Masalah yang Sering Terjadi
1. Mekanisme Pertahanan Berlebihan – Terlalu melindungi diri hingga menolak kritik atau saran yang dapat membantu perkembangan diri.
2. Menghindari Tantangan – Takut gagal sehingga lebih memilih untuk tidak mencoba hal baru.
3. Kesulitan Membangun Hubungan Sosial – Menutup diri dari orang lain karena takut disakiti atau dikecewakan.
4. Stres Berlebihan dalam Situasi Tidak Mengancam – Merasa terancam dalam situasi yang sebenarnya tidak berbahaya, menyebabkan kecemasan yang tidak perlu.
Kesimpulan
Self-preservation adalah naluri penting yang membantu manusia bertahan hidup dan menjaga kesejahteraan mentalnya. Namun, jika berlebihan, bisa menghambat pertumbuhan pribadi, menurunkan kualitas hubungan sosial, dan menyebabkan ketakutan yang tidak rasional. Oleh karena itu, penting bagi individu untuk memahami kapan harus melindungi diri dan kapan harus lebih terbuka terhadap perubahan serta tantangan dalam hidup.